Minggu, 20 Mei 2018

makalah NPWP dan NPPKP


MAKALAH PERPAJAKAN 1
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP) DAN NOMOR PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (NPPKP)




Disusun oleh:

Tiara Mutia Zainur (2016021040)





UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA
TANGERANG SELATAN
2018


KATA PENGANTAR


Pertama-tama saya ingin mengucapkan puji syukur dan berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Berkat dan Rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu tanpa kekurangan apapun.
       Makalah Perpajakan 1 ini telah saya susun dengan sedemikian rupa dan semaksimal mungkin, serta mendapatkan bantuan dari berbagai sumber, diantaranya adalah dari dosen pengampu yaitu, Ibu Agustine Dwianika, SE, M. Ak, CMA  dan juga mendapatkan data dari Tax Center Universitas Pembangunan Jaya Bintaro, sehingga dapat memperlancar dalam  pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
            Tak luput pula saya ucapkan terima kasih kepada tim Kelompok I Kelas Perpajakan 1 Tahun Angkatan 2017, atas team work yang luar biasa  serta ide-ide yang sangat diperlukan, sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
       Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada berbagai  kekurangan dalam makalah ini dan dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Kritik tersebut akan sangat berguna untuk kedepannya dalam  pembuatan karya ilmiah berikutnya.
       Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang NPWP dan NPPKP ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Tangerang Selatan, Mei 2018
                           
                  Tiara Mutia




BAB I

PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang Masalah

Dalam suatu negara untuk menjalankan fungsinya pemerintah atau penguasa setempat memerlukan dana atau modal. Modal yang diperlukan itu salah satunya bersumber dari pungutan berupa pajak dari rakyatnya. Pajak juga merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat, tanpa ada masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak. Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum.
Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung. Pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan undang-undang.
Sejak pembaharuan perpajakan maka sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak dalam implementasi pemungutan pajak di Indonesia yang menganut sistem self assessment. Dalam sistem self assessment wajib pajak diberi kepercayaan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan berdasarkan ketentuan perpajakan. Salah satu kewajiban wajib pajak adalah kewajiban mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ataupun Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Masalah pendaftaran dan penghapusan NPWP ataupun NPPKP serta pengukuhan dan pencabutan PKP adalah menarik untuk ditulis karena merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan oleh wajib pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Berdasarkan masalah tersebut, tulisan ini akan membahas bagaimanakah tata cara pendaftaran dan penghapusan NPWP ataupun NPPKP serta pengukuhan dan pencabutan PKP.

1.2              Rumusan Masalah

1.    Apa pengertian Wajib Pajak dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya?
2. Apa pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya?
3. Apa pengertian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya?

1.3              Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui pengertian Wajib Pajak dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya.
2.   Untuk mengetahui pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya.
3.    Untuk mengetahui pengertian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya.

1.4              Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.   Dapat mengetahui pengertian Wajib Pajak dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya.
2.  Dapat mengetahui pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya.
3.   Dapat mengetahui pengertian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya.

BAB II

LANDASAN TEORI


Wajib pajak adalah orang pribadi/badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pihak-pihak yang dikategorikan sebagai wajib pajak yaitu:
a.     Orang pribadi, yaitu orang yang dilahirkan di Indonesia, atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau yang dalam 1 tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia.
b.  Badan, yaitu sekumpulan orang  dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga serta bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
c.     Pemungut atau pemotong pajak (wajib pajak nonsubjek), yaitu Bendahara Negara dan badan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
                              
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007, wajib pajak memiliki hak sebagai berikut:
a.      Melaporkan beberapa masa pajak  dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa.
b.    Memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (paling lama 2 bulan) dengan cara pemberitahuan serta tertulis atau dengan cara lain kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Keterlambatan penyampaian surat pemberitahuan pajak antara lain disebabkan laporan keuangan belum selesai disusun karena luasnya daerah cakupan usaha atau masalah-masalah teknis lainnya yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan.
c.  Mengajukan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak. Wajib Pajak berhak melakukan pembetulan dalam pengisian surat pemberitahuan atas kemauan sendiri.
d.     Mengajukan keberatan. Wajib Pajak berhak mengajukan keberatan jika merasa kurang atau tidak puas atau suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
e.  Mengajukan banding. Wajib pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak jika Wajib Pajak merasa kurang atau tidak puas dengan hasil keputusan yang diberikan.
f.      Wajib Pajak berhak mengajukan restitusi dan kompensasi.Restitusi adalah hak yang diberikan kepada wajib pajak untuk meminta kelebihan pembayaran pajak. Kompensasi adalah hak yang diberikan kepada wajib pajak untuk meminta kelebihan pembayaran pajak.
g. Menunda pembayaran. Wajib Pajak yang mengalami kesulitan keuangan atau keadaan diluar kekuasaannya sehingga tidak mampu memenuhi kewajiban pajaknya tepat waktu dapat mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang. Permohonan dapat diajukan terhadap pajak yang terutang menurut Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak, dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan.
h.   Penghapusan sanksi adminstrasi. Saksi administrasi dalam bidang perpajakan dapat berupa bunga, denda, atau kenaikan. Jika ternyata sanksi administrasi tersebut dikenakan kepada Wajib Pajak karena adanya kekhilafan atau bukan karena kesalahannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar sanksi administrasi tersebut dikurangkan atau dihapuskan. Permohonan diajukan secara tertulis dan ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala kantor pelayanan pajak yang memberikan sanksi administrasi tersebut dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal terbitnya, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Tambahan dengan menyebutkan alasan yang jelas.

Berdasarkan UU No 22 Tahun 2007, Wajib Pajak memiliki kewajiban sebagai berikut:
a. Mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak jika telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
b.  Melaporkan usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaaha dan tempat kegiatan usaha tsb dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
c. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, serta menandatangani dan menyampaikannya ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempatt Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
e.  Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
f. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.
g.  Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak badan dan melakukan pencacatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melalukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
h.  Memperlihatkan dan /atau meminjamkan buku atau catatan,dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,kegiatan usaha,pekerjaan bebas Wajib Pajak atau Objek Pajak yang terutang pajak.
i. Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
j.    Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.

 

Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan akan dikenakan sanksi. Pengenaan sanksi ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Sanksi Wajib Pajak dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.    Sanksi administrasi
Sanksi administrasi dikenakan kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang menyangkut tindakan administrasi perpajakan, yaitu:
a.    Sanksi administrasi berupa bunga.
b.    Sanksi administrasi berupa denda.
2.    Sanksi berupa kenaikan
Sanksi berupa kenaikan dikenakan kepada Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan, dengan perincian sebagai berikut:
a.      50% dari Pajak Penghasilan yang kurang atau tidak dibayarkan dalan 1 Tahun Pajak.
b.  100% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipungut dan tidak atau kurang disetorkan.
c.  100% dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang bayar.
3.    Sanksi pidana
Sanksi pidana adalah sanksi yang diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang menyangkut tindak pidana dibidang perpajakan, yaitu:
a.       Sanksi pidana pelanggaran
Sanksi pidana pelanggaran diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang menyangkut tindak pidana perpajakan yang meskipun dilakukan secara tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban, tetap menimbulkan pada pendapatan negara.
b.      Sanksi pidana kejahatan
Sanksi pidana kejahatan diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban yang menyangkut tindak pidana perpajakan dengan sengaja sehingga dikenakan sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan pajak dalam penerimaan negara.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan (Pasal 1 ayat 6 UU KUP).




a.    UU No 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
b.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-150/PJ/1999 ; tentang Perubahan KEP -27/PJ/1995 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha serta Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
c.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-515/PJ/2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak.
d.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-516/PJ/2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
e.   Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-161/PJ/2001 tanggal 21 Februari 2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
f.    Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-525PJ/2000 tanggal 6 Desember 2000 tentang Tempat Lain sebagai Tempat Terutangnya Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak.
g.   Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-167/PJ/2003 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak No: KEP-515/PJ/2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu.



Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012 menyebutkan bahwa yang diwajibkan mendaftar dan mendapatkan NPWP adalah:
1.  Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah berdasarkan perjanjian pemisahan harta yang didasarkan keputusan hakim dikehendaki secara tertulis.
2. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai tempat usaha tersebut di beberapa tempat.
3.  Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, jika sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun.
4. Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan untuk memperoleh NPWP.
DJP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan, apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Hal ini sesuai dengan pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Sebelum tahun 2001, format  NPWP atas 11 digit. Akan tetapi, sejak tahun 2001 hingga saat ini, format tersebut diubah menjadi 15 digit. Sembilan digit pertama dari format NPWP merupakan Kode Wajib Pajak dan enam digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.


 

Keterangan :
a)      IdentitasWajibPajak
Merupakan klasifikasi membedakan status WajibPajak, yaitu ;
·         Wajib Pajak bendaharawan, dengan kode 00.
·         Wajib Pajak badan, dengan kode 01, 02, 03, 11, 12 dan 13.
·         Wajib Pajak orang pribadi, dengan kode 04, 05, 06, 07, 08, 09 dan 10.
b)   Nomor registrasi/urut yang diberikan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak.
c)   Diberikan untuk kantor pelayanan pajak sebagai alat pengaman agar tidak terjadi pemalsuan dan kesalahan NPWP.
d)     Kode Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
e)      Status Wajib Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
·         Wajib Pajak Tunggal/Wajib Pajak Pusat, dengan kode 00.
·         Wajib Pajak Cabang, dengan kode 01, 02, 03, dan seterusnya.

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 20017, fungsi NPWP adalah sebagai berikut:
a.       Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
b.      Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dari dalam pengawasan administrasi perpajakan.
c.    Keperluan terkait dokumen perpajakan,  termasuk keperluan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa danTahunan.
d.      Memenuhi kewajiban perpajakan.
e.  Mendapatkan pelayanan instansi tertentu yang mewajibkan pencantuman NPWP dalam dokumen yang diwajibkan, misalnya pengajuan kredit usaha di bank.
Sedangkan menurut Marsyahrul (2006:41), fungsi NPWP adalah:
1.     Dipergunakan untuk mengetahui identitas Wajib Pajak yang sebenarnya, sehingga setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP.
2.    Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan sarana dalam administrasi perpajakan.
3.  Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan karena yang berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan mencantuman NPWP.
4.   Untuk memenuhi kewajibankewajiban perpajakan, misalnya dalam setoran pajak (SSP) yang ditetapkan sendiri maupun pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga wajib mencantumkan NPWP.
5.     Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen yang diajukan.

Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah (Mardiasmo,2009:25):
1.    Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
2.  Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan satu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
                                  
Kebutuhan menurut kamus Bahasa Indonesia berarti sangat perlu menggunakan, memerlukan. Ada lima hal yang menyebabkan wajib pajak harus memiliki NPWP (www.diptara.com):
1.  Mempermudah dalam Membayar Zakat Mal. Dalam agama Islam, diwajibkan untuk membayar zakat mal sebesar 2.5% dari penghasilan. Dalam hal ini Hubungannya dengan memiliki NPWP yaitu seluruh penghasilan dikenakan PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan) akan terkontrol.
2.    Terkena Potongan Pajak Penghasilan (PPh) yang Tinggi. Seorang karyawan swasta, Pejabat Negara, Prajurit TNI, dan PNS yang belum punya NPWP maka dikenakan potongan PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% dari potongan PPh pegawai yang sudah punya NPWP.
3.  Terkena PPh Tinggi saat Belanja Barang ke Luar Negeri. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009 tentang kepabeanan, jika Belanja Barang Online ke Luar Negeri atau ke situs e-commerce yang berada di luar Indonesia melalui internet dan barang yang nilainya lebih dari $50 USD maka akan dikenakan PPh.
4. Dipersulit saat Bepergian ke Luar Negeri. Mulai tahun 2011 Dirjen Imigrasi sudah memberlakukan bebas bayar fiskal saat bepergian ke luar negeri. Baik yang sudah punya NPWP maupun tidak. Namun faktanya akan tetap dipersulit untuk ke luar negeri saat mengurus izinnya kalau wajib pajak tidak tertib pajak. Salah satunya jika tidak memiliki NPWP.
5.    Syarat pengajuan kredit ke bank. Untuk pengajuan kredit ke bank dengan nilai di atas Rp 50 Juta, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah wajib punya atau melampirkan NPWP.

Kemudahan menurut Kamus Bahasa Indonesia berarti mudah atau tidak sulit. Kemudahan dalam urusan perpajakan dapat diartikan bahwa Wajib Pajak tidak mengalami kesulitan dalam melakukan urusan yang berkaitan dengan perpajakan seperti dengan memiliki NPWP dan Wajib Pajak tidak kesulitan dalam mendapatkan dan menghapus NPWP maupun menjalankan hak dan kewajiban wajib pajak setelah memiliki NPWP tersebut.
Wajib Pajak akan memperoleh kemudahan pengurusan administrasi yang terkait dengan bisnis atau usaha yang dijalankan wajib pajak. Saat ini, Wajib pajak semakin sulit untuk mengindar dari kewajiban memiliki NPWP karena hampir semua sektor telah dipagari oleh pemerintah dengan prasyarat NPWP. Priantara (2011) menyebutkan bahwa wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas memiliki NPWP karena NPWP sering dijadikan sebagai syarat administratif untuk memperoleh izin usaha. Namun, banyak wajib pajak yang tidak memiliki NPWP tetap dapat menjalankan usaha atau pekerjaan bebas meskipun telah memenuhi persyaratan. Hal ini mencerminkan bahwa faktor kebutuhan untuk memiliki NPWP yang selaras dengan kepentingan usaha wajib pajak masih perlu ditingkatkan. Kemudahan pengurusan administrasi yang diperoleh wajib pajak atas kepemilikan NPWP antara lain :
1.      Pengajuan Kredit Bank kredit dengan plafon di atas Rp 50 Juta.
2.      Pengajuan Surat Izin Usaha
3.      Perdagangan (SIUP).
4.      Mengikuti lelang di instansi Pemerintah.
5.      Berpeluang menjadi rekanan Pemerintah.
Wajib Pajak akan memperoleh kemudahan dalam pelayanan perpajakan baik yang bersifat informatif maupun teknis. Kemudahan pelayanan perpajakan yang diperoleh wajib pajak atas kepemilikan NPWP antara lain seperti pelayanan pengembalian (restitusi) pajak, pengurangan pembayaran pajak, penyetoran pajak, pelaporan pajak dan lain-lain.

a)   Kewajiban Mandaftarkan Diri
Dalam Pasal 2 ayat 1 UU KUP dijelaskan bahwa setiap warga Negara yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif dalam bidang perpajakan diwajibkan untuk memperoleh NPWP. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan Objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan diwajib kan untuk melakukan pembayaran sesuai dengan ketentuanUndang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Pihak-pihak yang wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, yaitu:
a) Wajib Pajak badan, dengan mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak di tempat badan tersebut berdiri.
b)  Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilannya telah melebihi PTKP (Pengahasilan Tidak Kena Pajak).
c) Bentuk Usaha Tetap (BUT), yaitu bentuk usaha yang digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha secara teratur di Indonesia oleh badan atau perusahaan yang tidak didirikan atau tidak berkedudukan di Indonesia.
d) Wajib Pajak yang berlaku sebagai pemungut atau pemotong (Wajib Pajak non-subjek), yaitu bendaharawan Negara dan badan tertentuyan Wajib Pajak di tetapkan oleh Menteri Keuangan.
e)    Pengusaha Kena Pajak
f)    Wanita kawin atas namanya sendiri agar dapat melaksanakan hak dan kewajiban suaminya.

b)     Syarat Kelengkapan Memperoleh NPWP
Wajib Pajak dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP di kantor pelayanan pajak domisili atau kantor pelayanan pajak lokasi. Kantor pelayanan pajak domisili adalah pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal/domisili Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai. Kantor pelayanan pajak lokasi adalah kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha, pemberi kerja atau bendaharawan pemerintah terdaftar. Penyempaian permohonan untuk NPWP dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual atau melalui e-NPWP.
Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak harus mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikannya secara langsung atau melalui pos ke kantor pelayanan pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan ketentuan sebagai berikut:
a.    Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Ketentuannya adalah fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah atau kepala desa bagi orang asing.
b.    Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha/melakukan pekerjaan bebas.
1)   Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah atau kepala desa bagi orang asing.
2)  Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang, minimal lurah atau kepala desa.
c.     Untuk Wajib Pajak badan.
1)   Fotocopy pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukkan dari kantor pusat bagi Bentuk Usaha Tetap.
2)   Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah atau kepala desa bagi orang asing dari salah seorang pengurus aktif.
3)     Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal lurah atau kepala desa.
d.    Untuk bendaharawan sebagai Wajib Pajak
1)        Fotocopy KTP bendaharawan.
2)        Fotocopy surat penunjukkan sebagai bendaharawan.
e.     Untuk joint operation sebagai Wajib Pajak Pemotong/Pemungut
1)        Fotocopy perjanjian kerjasama sebagai joint operation.
2)        Fotocopy NPWP masing-masing anggota joint operation.
3)   Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah atau kepala desa bagi orang asing dari salah seorang pengurus joint operation.
f.     Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu, atau wanita kawin tidak pisah harta, harus melampirkan fotocopy surat keterangan terdaftar.
g.    Apabila ditandatangani orang lain, permohonan harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.


c)    Tempat Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak
Tempat pendaftaran NPWP antara lain sebagai berikut:
a.  Kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak atau kantor pelayanan pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pajak.
b.  Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan Pengusaha Kecil melaporkan usahanya ke kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak atau ke kantor pelayanan pajak tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
c.    Dalam hal tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha, Wajib Pajak berada dalam 2(dua) atau lebih wilayah kantor pelayanan pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Tabel
Wajib Pajak Tertentu dan Pengusaha Kena Pajak Tertentu
Tempat Pendaftaran dan Pelaporan Usaha
  • BUMD yang berkedudukan di DKI Jakarta
  • Wajib Pajak BUMN termasuk anak perusahaan yang penyertaan modal induknya lebih dari 50%

  • KPP Perusahaan Negara dan Daerah


  • Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di bidang industri non logam

  • KPP Penanaman Modal Asing I

  • Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di bidang industri, logam dan mesin

  • KPP Penanaman Modal Asing II

  • Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di bidang non industri.

  • KPP Penanaman Modal Asing III

  • Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap
  • Orang asing yang berkedudukan atau bertempat tinggal di wilayah DKI Jakarta

  • KPP Badan dan Orang Asing

  • Wajib Pajak yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh Bapepam

  • KPP Perusahaan Masuk Bursa

  • Wajib Pajak BUMD dan Bentuk Usaha Tetap

  • KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat penduduk Wajib Pajak BUMD dan Bentuk Usaha Tetap

  • Wajib Pajak orang asing yang berkedudukan atau bertempat tinggal diluar DKI Jakarta

  • KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak Orang Asing

  • Wajib Pajak BUMN, BUMD, penanaman modal asing, badan dan orang asing, dan perusahaan masuk bursa, terbatas pada Pajak Penghasilan Pemotongan, Pajak Penghasilan Pemungutan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

  • KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat cabang, perwakilan, atau kegiatan usaha dilakukan



d)     Pendaftaran NPWP secara Elektronik
Pendaftaran NPWP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik, yaitu melalui internet di situs direktorat jenderal pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id dengan mengeklik e-registration. Selanjutnya Wajib Pajak cukup memasukkan data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk memperoleh NPWP. Selanjutnya mengirimkan fotocopy data pribadi melalui pos ke kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak. Berikut langkkah-langkah untuk mendapatkan NPWP melalui internet:
a.        Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di internet dengan alamat http://www.pajak.go.id
b.        Pilih menu e-reg (electronic registration)
c.        Pilih menu “Buat account baru” dan isilah kolom sesuai yang diminta
d.   Setelah itu anda akan masuk ke menu “ Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”. Isilah sesuai dengan KTP anda.
e.    Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sementara yang berlaku selama 30 hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT sementara tersebut beserta Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai bukti anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
f.   Tanda tangani formulir registrasi, kemudian kirim atau sampaikan langsung SKT sementara serta persyarataan lainnya ke kantor pelayanan pajak seperti yang tertera pada SKT sementara anda. Setelah itu anda akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.

e)      Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
Penghapusan NPWP dapat dilakukan melalui pengajuan permohonan penghapusan NPWP oleh:
a.  Wajib Pajak dan / atau ahli warisnya karena Wajib Pajak sudah tidak memnuhi persyaratan subjektif dan / atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan peruandang-undangan perpajakan, antara lain:
1)  Wajib Pajak meninggal dan tidak meninggalkan harta warisannya, disyaratkan adanya fotocopy akte kematian atau surat keterangan kematian dari instansi yang berwenang.
2)    Wajib Pajak meninggal dan meninggalkan warisan. Apabila selesai dibagi kepada ahli warisnya, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh ahli warisnya.
3)    Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak, disyaratkan surat pernyataan dan keterangan dari instansi yang berwenang.
b.   Wanita kawin yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemsahan harta serta suaminya telah terdaftar sebagai Wajib Pajak, disyaratkan adanya surat nikah / akte perkawinan dari catatan sipil.
c.  Wajib Pajak badan dalam rangka likuidasi atau telah dibebankan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran.
d.      Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya, disyaratkan adanya permohonan Wajib Pajak yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan lagi sebagai Wajib Pajak.

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya  menghasilkan barang, mengimpir barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luardaerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atauPenyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 danperubahannya.
Pengusaha Kena Pajak Terdaftar adalah pengusaha yang terlah yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang telah tercatat dalam tat usaha kantor pelayanan pajak dan telah diberikan Surat Pengukuhan Keena Pajak. Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 UU KUP disebutkan bahwa “Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya wajib melaporkan usahannya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang nilai kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak”.
1.      Pelaporan Kegiatan Usaha
Setiap pengusaha yang dikenakan PPN berdasarkan ketentuan perraturan ketentuan perraturan perundang-undangan perpajakan , wajib melaporkan usahannya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan kepadanya diberikan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Wajib Pajak orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Untuk sebuah badan, berkewajiban melaporkan usahanya tersebut pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan pengusaha dengan tempat kegiatan usaha dilakukan.
Beberapa hal yang berkaitan dengan jangka waktu pelaporan kegiatan usaha adalah sebagai berikut:
a.   Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
b.  Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, jika sampai dengan satu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
c. Wajib Pajak orang pribadi selain yang telah dijelaskan di atas (a dan b) yang memerlukan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
d.  Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak bagi yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
e.   Wajib Pajak sebagai pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang:
1)  Memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2)   Tidak memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi sampai dengan suatu Masa Pajak dalam satu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil , wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lambat akhir masa pajak berikutnya.

2.      Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dapat dilakukan dalam hal:
a.  Diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau ahliwarisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b.  Wajib pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau  penggabungan usaha.
c.  Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
d.  Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
e.  Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberi keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
f. Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
g.  Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberi keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.



BAB III

METODE PENELITIAN


Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi literatur dengan mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi teori yang diperoleh dengan jalan penelitian studi literatur dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat utama bagi praktek penelitian ditengah lapangan. Penelitian ini juga dapat disebut penelitian non eksperimental yaitu penelitian yang dilakukan secara tidak langsung ,dan lebih mengarah kepada pengumpulan data.

Penulisan karya ilmiah dilakukan di Universitas Pembangunan Jaya, Bintaro dan di rumah penulis. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 16 April 2018 sampai tanggal 7 Mei 2018.

Literatur yang dipakai dalam penelitian ini, penulis dapatkan dari berbagai sumber diantaranya, Data Tax Center UPJ, Perpustakaan, Jurnal-Jurnal Penelitian terdahulu, Buku-Buku Perpajakan yang penulis jadikan refensi dalam penentuan tema, fenomena, rumusan, sampai dengan kesimpulan dari Makalah Perpajakan 1 ini. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang sumber data penelitiannya diperoleh melalui media perantara atau secara tidak langsung yang berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara umum. Dengan kata lain, peneliti membutuhkan pengumpulan data dengan cara berkunjung ke perpustakaan, pusat kajian, pusat arsip atau membaca banyak buku yang berhubungan dengan penelitiannya.

3.3.1 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode untuk mencari dokumen atau data-data yang dianggap penting melalui artikel koran/majalah, jurnal, pustaka, brosur, buku dokumentasi serta melalui media elektronik yaitu internet, yang ada kaitannya dengan diterapkannya penelitian ini.

3.3.2 Studi Literatur
Studi literatur adalah cara yang dipakai untuk menghimpun data-data atau sumber-sumber yang berhubungan dengan topik yang diangkat dalam suatu penelitian. Studi literatur bisa didapat dari berbagai sumber, jurnal, buku dokumentasi, internet dan pustaka. Studi literatur mempelajari berbagai buku referensi serta hasil penelitian sebelumnya yang sejenis yang beguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. (Sarwono: 2006).
Nazir (2005: 93) menyatakan bahwa studi kepustakaan atau studi literatur, selain dari mencari sumber data sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan dan generalisasi yang pernah dibuat sehingga situasi yang diperlukan diperoleh. Menurut Pohan dalam Prastowo (2012: 81) kegiatan ini (penyusunan kajian pustaka) bertujuan mengumpulkan data dan informasi ilmiah, berupa teori-teori, metode, atau pendekatan yang pernah berkembang dan telah di dokumentasikan dalam bentuk buku, jurnal, naskah, catatan, rekaman sejarah, dokumen-dokumen, dan lain-lain yang terdapat di perpustakaan. Kajian ini dilakukan dengan tujuan menghindarkan terjadinya pengulangan, peniruan, plagiat, termasuk suaplagiat.



3.3.3 Kualitatif
Data yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau bukan dalam bentuk angka. Data ini biasanya menjelaskan karakteristik atau sifat. Sebagai contoh : kondisi barang (jelek,sedang,bagus), pekerjaan (petani,pengusaha,pedagang) ,tingkat kepuasan (tidak puas, puas, sangat puas), dll. Data kualitatif terdiri dari data nominal dan ordinal.


Data-data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya. Menurut Sugiono (2009: 29) metode deskriptif adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikanatau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.





BAB IV

KESIMPULAN

 

·         Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

·         Orang-orang yang diwajibkan untuk mendaftarkan dan mendapatkan NPWP adalah:
a.    Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah berdasarkan perjanjian pemisahan harta yang didasarkan keputusan hakim dikehendaki secara tertulis.
b.     Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai tempat usaha tersebut di beberapa tempat.
c.   Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, jika sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun.
d.     Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan untuk memperoleh NPWP.

          Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

         Jadi, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) sangat penting untuk dimiliki. Hal ini dikarenakan NPWP dan NPPKP dibutuhkan oleh setiap Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan sebagai syarat mutlak untuk pembayaran konstribusi wajib (pajak) yang bertujuan untuk pembangunan kesejahteraan masyarakat dan negara.

·       NPWP dianggap sangat penting karena Fungsi NPWP adalah sebagai berikut:
a.       Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
b.   Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dari dalam pengawasan administrasi   perpajakan.
c.  Keperluan terkait dokumen perpajakan,  termasuk keperluan pelaporan Surat   Pemberitahuan (SPT) Masa danTahunan.
d.      Memenuhi kewajiban perpajakan.
e.  Mendapatkan pelayanan instansi tertentu yang mewajibkan pencantuman NPWP  dalam dokumen yang diwajibkan, misalnya pengajuan kredit usaha di bank.

    

DAFTAR PUSTAKA


Harti, Dwi. 2015. Administrasi Pajak. Semarang: Penerbit Erlangga.
Waluyo. 2013. Perpajakan Indonesia Edisi 11. Jakarta : Salemba Empat.
Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Purwono, Herry. 2010. Dasar-Dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Erlangga.
Abuyamin, Oyok. 2010. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Dan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Devano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Jakarta: Kencana.
Nomor pokok wajib pajak. (2018, May 14). Retrieved from https://id.wikipedia.org/wiki/Nomor_pokok_wajib_pajak
Brotodihardjo, Santoso, R. 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT Eresco.
Artikel Manajemen Keuangan Tentang NPWP. (2017, April 17). Retrieved from https://www.cermati.com/artikel/tag/npwp-article
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir diubah dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ/2001, tanggal 21 Februari 2001, tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Fitriandi, Primandita, Yuda Aryanto dan Agus Puji Priyono. 2010. Kompilasi Undang-Undang Perpajakan Terlengkap. Jakarta: Salemba Empat.
Fitrios, Ruhul & Rusli. 2007. Pengantar Hukum Pajak Edisi Revisi. Pekanbaru :Unri Press.
Marsyahrul, Tony.2006. Pengantar Perpajakan. Jakarta : Grasindo
Makmuri, O. (n.d.). Artikel NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) - Lengkap. Retrieved from http://okkimakmuri.blogspot.co.id/2009/01/artikel-npwp-nomor-pokok-wajib-pajak.html
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012 Tentang Kewajiban Mendaftar dan Mendapatkan NPWP.
UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan.
Faridah, Siti. 2015 . Adapun Pengertian Dari Metode Deskriptif Analitis Menurut Sugiono.
Girindra, Prabha. 2015. Bab III Metode Penelitian.
Rofiah, Fikrotur. 2014. Kajian Pustaka.