MAKALAH
PERPAJAKAN 1
NOMOR
POKOK WAJIB PAJAK (NPWP) DAN NOMOR PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (NPPKP)
Disusun oleh:
Tiara Mutia Zainur (2016021040)
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN JAYA
TANGERANG
SELATAN
2018
KATA PENGANTAR
Pertama-tama
saya ingin mengucapkan puji syukur dan berterima kasih
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Berkat dan Rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu
tanpa kekurangan apapun.
Makalah
Perpajakan 1 ini telah saya susun dengan sedemikian rupa dan semaksimal mungkin, serta mendapatkan
bantuan dari berbagai sumber,
diantaranya adalah dari dosen pengampu yaitu, Ibu Agustine Dwianika, SE, M. Ak, CMA dan juga mendapatkan
data dari Tax Center Universitas Pembangunan Jaya Bintaro, sehingga dapat
memperlancar dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Tak
luput pula saya ucapkan terima kasih kepada tim Kelompok I Kelas Perpajakan 1
Tahun Angkatan 2017, atas team work yang
luar biasa serta ide-ide yang sangat
diperlukan, sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada berbagai kekurangan dalam makalah ini dan dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat
memperbaiki makalah ini.
Kritik tersebut akan sangat berguna untuk kedepannya dalam pembuatan karya ilmiah berikutnya.
Akhir
kata saya berharap semoga makalah tentang NPWP dan NPPKP ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Tangerang Selatan, Mei 2018
Tiara Mutia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dalam suatu negara untuk menjalankan fungsinya pemerintah
atau penguasa setempat memerlukan dana atau modal. Modal yang diperlukan itu
salah satunya bersumber dari pungutan berupa pajak dari rakyatnya. Pajak juga
merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat, tanpa ada
masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak. Pajak adalah pungutan wajib yang
dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan
masyarakat umum.
Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung. Pajak digunakan untuk kepentingan
umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana
pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan
undang-undang.
Sejak pembaharuan perpajakan maka sistem, mekanisme, dan tata
cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan
corak dalam implementasi pemungutan pajak di Indonesia yang menganut sistem
self assessment. Dalam sistem self assessment wajib pajak diberi kepercayaan
untuk melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan berdasarkan
ketentuan perpajakan. Salah satu kewajiban wajib pajak adalah kewajiban
mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ataupun Nomor
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan kewajiban melaporkan usaha untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Masalah
pendaftaran dan penghapusan NPWP ataupun NPPKP serta pengukuhan dan pencabutan
PKP adalah menarik untuk ditulis karena merupakan sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan oleh wajib pajak untuk melaksanakan hak dan
kewajibannya di bidang perpajakan. Berdasarkan masalah tersebut, tulisan ini
akan membahas bagaimanakah tata cara pendaftaran dan penghapusan NPWP ataupun
NPPKP serta pengukuhan dan pencabutan PKP.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian Wajib Pajak dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya?
2. Apa
pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan hal-hal yang menyangkut di
dalamnya?
3. Apa pengertian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak (NPPKP) dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya?
1.3
Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui pengertian Wajib Pajak dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya.
2. Untuk
mengetahui pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan hal-hal yang
menyangkut di dalamnya.
3. Untuk
mengetahui pengertian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan hal-hal
yang menyangkut di dalamnya.
1.4
Manfaat
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat
mengetahui pengertian Wajib Pajak dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya.
2. Dapat
mengetahui pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan hal-hal yang
menyangkut di dalamnya.
3. Dapat
mengetahui pengertian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan hal-hal
yang menyangkut di dalamnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
Wajib pajak
adalah orang pribadi/badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pihak-pihak
yang dikategorikan sebagai wajib pajak yaitu:
a. Orang
pribadi, yaitu orang yang dilahirkan di Indonesia, atau yang berada di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau yang dalam 1
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia.
b. Badan,
yaitu sekumpulan orang dan/atau modal
yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha, meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga serta bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.
c. Pemungut
atau pemotong pajak (wajib pajak nonsubjek), yaitu Bendahara Negara dan badan
tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007,
wajib pajak memiliki hak sebagai berikut:
a. Melaporkan
beberapa masa pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa.
b. Memperpanjang
waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan
Pajak
Penghasilan
(paling lama 2 bulan) dengan cara pemberitahuan serta tertulis atau dengan cara
lain kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Keterlambatan penyampaian surat
pemberitahuan pajak antara lain disebabkan laporan keuangan belum selesai
disusun karena luasnya daerah cakupan usaha atau masalah-masalah teknis lainnya
yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan.
c. Mengajukan
pembetulan Surat
Pemberitahuan
Pajak.
Wajib Pajak
berhak melakukan pembetulan dalam pengisian surat pemberitahuan atas kemauan
sendiri.
d. Mengajukan
keberatan. Wajib Pajak
berhak mengajukan keberatan jika merasa kurang atau tidak puas atau suatu
ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh
pihak ketiga.
e. Mengajukan
banding. Wajib pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak
jika Wajib
Pajak
merasa kurang atau tidak puas dengan hasil keputusan yang diberikan.
f. Wajib
Pajak
berhak mengajukan restitusi dan kompensasi.Restitusi adalah hak yang diberikan
kepada wajib pajak untuk meminta kelebihan pembayaran pajak. Kompensasi adalah
hak yang diberikan kepada wajib pajak untuk meminta kelebihan pembayaran pajak.
g. Menunda
pembayaran. Wajib Pajak
yang mengalami kesulitan keuangan atau keadaan diluar kekuasaannya sehingga
tidak mampu memenuhi kewajiban pajaknya tepat waktu dapat mengajukan permohonan
untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang. Permohonan dapat
diajukan terhadap pajak yang terutang menurut Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak,
dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan.
h. Penghapusan
sanksi adminstrasi. Saksi administrasi dalam bidang perpajakan dapat berupa
bunga, denda, atau kenaikan. Jika ternyata sanksi administrasi tersebut
dikenakan kepada Wajib
Pajak
karena adanya kekhilafan atau bukan karena kesalahannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
agar sanksi administrasi tersebut dikurangkan atau dihapuskan. Permohonan diajukan
secara tertulis dan ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala
kantor pelayanan pajak yang memberikan sanksi administrasi tersebut dalam
jangka waktu paling lama 3 bulan sejak tanggal terbitnya, Surat Tagihan Pajak,
Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Tambahan dengan menyebutkan alasan
yang jelas.
Berdasarkan UU No 22 Tahun 2007,
Wajib Pajak memiliki kewajiban sebagai berikut:
a. Mendaftarkan
diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok
Wajib Pajak jika telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
b. Melaporkan
usahanya pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaaha dan tempat kegiatan usaha tsb
dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
c. Mengisi
Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap dan jelas, dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, serta
menandatangani dan menyampaikannya ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempatt
Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
d. Menyampaikan
Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang
selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
e. Membayar
atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas
negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
f. Membayar
pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan,dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.
g. Menyelenggarakan
pembukuan bagi Wajib Pajak badan dan melakukan pencacatan bagi Wajib Pajak
orang pribadi yang melalukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
h. Memperlihatkan
dan /atau meminjamkan buku atau catatan,dokumen yang menjadi dasarnya, dan
dokumen yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,kegiatan
usaha,pekerjaan bebas Wajib Pajak atau Objek Pajak yang terutang pajak.
i. Memberi
kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberikan
bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
j. Memberikan
keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.
Wajib Pajak yang melakukan
pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan akan dikenakan sanksi. Pengenaan
sanksi ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran Wajib Pajak untuk mematuhi
kewajiban perpajakan seperti yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. Sanksi Wajib Pajak dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.
Sanksi administrasi
Sanksi administrasi dikenakan kepada Wajib Pajak
yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang menyangkut
tindakan administrasi perpajakan, yaitu:
a.
Sanksi administrasi berupa bunga.
b.
Sanksi administrasi berupa denda.
2. Sanksi
berupa kenaikan
Sanksi
berupa kenaikan dikenakan kepada Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Surat
Ketetapan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak Tambahan, dengan perincian sebagai
berikut:
a. 50% dari Pajak Penghasilan yang kurang
atau tidak dibayarkan dalan 1 Tahun Pajak.
b. 100% dari Pajak Penghasilan yang tidak
atau kurang dipungut dan tidak atau kurang disetorkan.
c. 100% dari Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang bayar.
3. Sanksi
pidana
Sanksi
pidana adalah sanksi yang diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan
pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang menyangkut tindak pidana
dibidang perpajakan, yaitu:
a.
Sanksi pidana pelanggaran
Sanksi
pidana pelanggaran diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran
terhadap kewajiban perpajakan yang menyangkut tindak pidana perpajakan yang
meskipun dilakukan secara tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang
mengindahkan kewajiban, tetap menimbulkan pada pendapatan negara.
b.
Sanksi pidana kejahatan
Sanksi
pidana kejahatan diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran
terhadap kewajiban yang menyangkut tindak pidana perpajakan dengan sengaja
sehingga dikenakan sanksi yang berat mengingat pentingnya peranan pajak dalam
penerimaan negara.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan (Pasal 1
ayat 6 UU KUP).
a. UU No 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
b. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No:
KEP-150/PJ/1999 ; tentang Perubahan KEP -27/PJ/1995 tentang Jangka Waktu Pendaftaran
dan Pelaporan Kegiatan Usaha serta Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak.
c. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No:
KEP-515/PJ/2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak
Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak.
d. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No:
KEP-516/PJ/2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, serta Pengukuhan dan
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
e. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No:
KEP-161/PJ/2001 tanggal 21 Februari 2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan
Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak,
serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
f. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No:
KEP-525PJ/2000 tanggal 6 Desember 2000 tentang Tempat Lain sebagai Tempat Terutangnya
Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak.
g. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No:
KEP-167/PJ/2003 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak
No: KEP-515/PJ/2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak Tertentu dan Tempat
Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu.
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012 menyebutkan bahwa yang diwajibkan
mendaftar dan mendapatkan NPWP adalah:
1. Wanita
kawin yang dikenakan pajak secara terpisah berdasarkan perjanjian pemisahan
harta yang didasarkan keputusan hakim dikehendaki secara tertulis.
2. Wajib
Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai tempat usaha tersebut di
beberapa tempat.
3. Wajib
Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, jika
sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi
PTKP setahun.
4. Wajib
Pajak orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan untuk memperoleh
NPWP.
DJP
dapat menerbitkan NPWP secara jabatan, apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan
kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Hal ini sesuai dengan pasal
2 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Sebelum tahun 2001, format NPWP atas 11 digit. Akan tetapi, sejak tahun
2001 hingga saat ini, format tersebut diubah menjadi 15 digit. Sembilan digit
pertama dari format NPWP merupakan Kode Wajib Pajak dan enam digit berikutnya merupakan
Kode Administrasi Perpajakan.
Keterangan :
a)
IdentitasWajibPajak
Merupakan klasifikasi membedakan
status WajibPajak, yaitu ;
·
Wajib Pajak bendaharawan, dengan kode
00.
·
Wajib Pajak badan, dengan kode 01, 02,
03, 11, 12 dan 13.
·
Wajib Pajak orang pribadi, dengan kode
04, 05, 06, 07, 08, 09 dan 10.
b) Nomor registrasi/urut yang diberikan
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak.
c) Diberikan untuk kantor pelayanan pajak sebagai
alat pengaman agar tidak terjadi pemalsuan dan kesalahan NPWP.
d)
Kode Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar.
e)
Status Wajib Pajak dengan ketentuan sebagai
berikut:
·
Wajib Pajak Tunggal/Wajib Pajak Pusat,
dengan kode 00.
·
Wajib Pajak Cabang, dengan kode 01, 02,
03, dan seterusnya.
Berdasarkan
UU No. 28 Tahun 20017, fungsi NPWP adalah sebagai berikut:
a.
Sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak.
b.
Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak
dari dalam pengawasan administrasi perpajakan.
c. Keperluan terkait dokumen perpajakan, termasuk keperluan pelaporan Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa danTahunan.
d.
Memenuhi kewajiban perpajakan.
e. Mendapatkan pelayanan instansi tertentu
yang mewajibkan pencantuman NPWP dalam dokumen yang diwajibkan, misalnya pengajuan
kredit usaha di bank.
Sedangkan menurut Marsyahrul (2006:41), fungsi NPWP
adalah:
1. Dipergunakan untuk mengetahui identitas
Wajib Pajak yang sebenarnya, sehingga setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu
NPWP.
2. Untuk menjaga ketertiban dalam
pembayaran pajak dan sarana dalam administrasi perpajakan.
3. Untuk keperluan yang berhubungan dengan
dokumen perpajakan karena yang berhubungan dengan dokumen perpajakan diharuskan
mencantuman NPWP.
4. Untuk memenuhi kewajibankewajiban
perpajakan, misalnya dalam setoran pajak (SSP) yang ditetapkan sendiri maupun
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga wajib mencantumkan NPWP.
5. Untuk mendapatkan pelayanan dari
instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen yang
diajukan.
Kewajiban
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya, karena hal
ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak
terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah (Mardiasmo,2009:25):
1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan, wajib
mendaftarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai
dijalankan.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak
menjalankan suatu usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah
penghasilannya sampai dengan satu bulan yang disetahunkan telah melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir
bulan berikutnya.
Kebutuhan
menurut kamus Bahasa Indonesia berarti sangat perlu menggunakan, memerlukan.
Ada lima hal yang menyebabkan wajib pajak harus memiliki NPWP
(www.diptara.com):
1. Mempermudah dalam Membayar Zakat Mal.
Dalam agama Islam, diwajibkan untuk membayar zakat mal sebesar 2.5% dari
penghasilan. Dalam hal ini Hubungannya dengan memiliki NPWP yaitu seluruh
penghasilan dikenakan PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan) akan terkontrol.
2. Terkena Potongan Pajak Penghasilan (PPh)
yang Tinggi. Seorang karyawan swasta, Pejabat Negara, Prajurit TNI, dan PNS
yang belum punya NPWP maka dikenakan potongan PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar
20% dari potongan PPh pegawai yang sudah punya NPWP.
3. Terkena PPh Tinggi saat Belanja Barang
ke Luar Negeri. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008
yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009 tentang kepabeanan, jika Belanja
Barang Online ke Luar Negeri atau ke situs e-commerce
yang berada di luar Indonesia melalui internet dan barang yang nilainya lebih
dari $50 USD maka akan dikenakan PPh.
4. Dipersulit saat Bepergian ke Luar
Negeri. Mulai tahun 2011 Dirjen Imigrasi sudah memberlakukan bebas bayar fiskal
saat bepergian ke luar negeri. Baik yang sudah punya NPWP maupun tidak. Namun
faktanya akan tetap dipersulit untuk ke luar negeri saat mengurus izinnya kalau
wajib pajak tidak tertib pajak. Salah satunya jika tidak memiliki NPWP.
5. Syarat pengajuan kredit ke bank. Untuk
pengajuan kredit ke bank dengan nilai di atas Rp 50 Juta, salah satu syarat
yang harus dipenuhi adalah wajib punya atau melampirkan NPWP.
Kemudahan
menurut Kamus Bahasa Indonesia berarti mudah atau tidak sulit. Kemudahan dalam
urusan perpajakan dapat diartikan bahwa Wajib Pajak tidak mengalami kesulitan
dalam melakukan urusan yang berkaitan dengan perpajakan seperti dengan memiliki
NPWP dan Wajib Pajak tidak kesulitan dalam mendapatkan dan menghapus NPWP
maupun menjalankan hak dan kewajiban wajib pajak setelah memiliki NPWP
tersebut.
Wajib
Pajak akan memperoleh kemudahan pengurusan administrasi yang terkait dengan
bisnis atau usaha yang dijalankan wajib pajak. Saat ini, Wajib pajak semakin
sulit untuk mengindar dari kewajiban memiliki NPWP karena hampir semua sektor
telah dipagari oleh pemerintah dengan prasyarat NPWP. Priantara (2011)
menyebutkan bahwa wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
memiliki NPWP karena NPWP sering dijadikan sebagai syarat administratif untuk
memperoleh izin usaha. Namun, banyak wajib pajak yang tidak memiliki NPWP tetap
dapat menjalankan usaha atau pekerjaan bebas meskipun telah memenuhi
persyaratan. Hal ini mencerminkan bahwa faktor kebutuhan untuk memiliki NPWP
yang selaras dengan kepentingan usaha wajib pajak masih perlu ditingkatkan.
Kemudahan pengurusan administrasi yang diperoleh wajib pajak atas kepemilikan
NPWP antara lain :
1. Pengajuan
Kredit Bank kredit dengan plafon di atas Rp 50 Juta.
2. Pengajuan
Surat Izin Usaha
3. Perdagangan
(SIUP).
4. Mengikuti
lelang di instansi Pemerintah.
5. Berpeluang
menjadi rekanan Pemerintah.
Wajib Pajak akan memperoleh kemudahan
dalam pelayanan perpajakan baik yang bersifat informatif maupun teknis.
Kemudahan pelayanan perpajakan yang diperoleh wajib pajak atas kepemilikan NPWP
antara lain seperti pelayanan pengembalian (restitusi) pajak, pengurangan
pembayaran pajak, penyetoran pajak, pelaporan pajak dan lain-lain.
a)
Kewajiban
Mandaftarkan Diri
Dalam Pasal 2 ayat 1 UU KUP
dijelaskan bahwa setiap warga Negara yang telah memenuhi persyaratan subjektif
dan/atau objektif dalam bidang perpajakan diwajibkan untuk memperoleh NPWP.
Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai
subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Persyaratan Objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan diwajib kan untuk melakukan pembayaran sesuai dengan
ketentuanUndang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Pihak-pihak yang wajib mendaftarkan
diri untuk mendapatkan NPWP, yaitu:
a) Wajib Pajak badan, dengan mendaftarkan
diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak di tempat badan
tersebut berdiri.
b) Wajib Pajak orang pribadi yang
penghasilannya telah melebihi PTKP (Pengahasilan Tidak Kena Pajak).
c) Bentuk Usaha Tetap (BUT), yaitu bentuk
usaha yang digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha secara teratur di
Indonesia oleh badan atau perusahaan yang tidak didirikan atau tidak
berkedudukan di Indonesia.
d) Wajib Pajak yang berlaku sebagai
pemungut atau pemotong (Wajib Pajak non-subjek), yaitu bendaharawan Negara dan
badan tertentuyan Wajib Pajak di tetapkan oleh Menteri Keuangan.
e)
Pengusaha Kena Pajak
f)
Wanita kawin atas namanya sendiri agar
dapat melaksanakan hak dan kewajiban suaminya.
b)
Syarat
Kelengkapan Memperoleh NPWP
Wajib Pajak dapat mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP di kantor pelayanan pajak domisili atau kantor pelayanan
pajak lokasi. Kantor pelayanan pajak domisili adalah pelayanan pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal/domisili Wajib Pajak orang pribadi
yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham/pemilik dan pegawai.
Kantor pelayanan pajak lokasi adalah kantor pelayanan pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha, pemberi kerja atau bendaharawan
pemerintah terdaftar. Penyempaian permohonan untuk NPWP dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu secara manual atau melalui e-NPWP.
Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak harus mengisi
formulir pendaftaran dan menyampaikannya secara langsung atau melalui pos ke
kantor pelayanan pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan
(KP4) setempat dengan melampirkan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Ketentuannya
adalah fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau fotocopy paspor dan surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal lurah atau
kepala desa bagi orang asing.
b. Untuk
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha/melakukan pekerjaan bebas.
1) Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia
atau fotocopy paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang minimal lurah atau kepala desa bagi orang asing.
2) Surat keterangan tempat kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang atau pekerjaan bebas dari
instansi yang berwenang, minimal lurah atau kepala desa.
c. Untuk
Wajib Pajak badan.
1) Fotocopy pendirian dan perubahan
terakhir atau surat keterangan penunjukkan dari kantor pusat bagi Bentuk Usaha
Tetap.
2) Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia
atau fotocopy paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang minimal lurah atau kepala desa bagi orang asing dari salah seorang
pengurus aktif.
3) Surat keterangan tempat kegiatan usaha
dari instansi yang berwenang minimal lurah atau kepala desa.
d. Untuk
bendaharawan sebagai Wajib Pajak
1)
Fotocopy KTP bendaharawan.
2)
Fotocopy surat penunjukkan sebagai
bendaharawan.
e. Untuk
joint operation sebagai Wajib Pajak
Pemotong/Pemungut
1)
Fotocopy perjanjian kerjasama sebagai joint operation.
2)
Fotocopy NPWP masing-masing anggota joint operation.
3) Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia
atau fotocopy paspor dan surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang minimal lurah atau kepala desa bagi orang asing dari salah seorang
pengurus joint operation.
f. Wajib
Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu, atau wanita kawin
tidak pisah harta, harus melampirkan fotocopy surat keterangan terdaftar.
g. Apabila
ditandatangani orang lain, permohonan harus dilengkapi dengan surat kuasa
khusus.
c)
Tempat
Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak
Tempat
pendaftaran NPWP antara lain sebagai berikut:
a. Kantor
pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak atau kantor pelayanan pajak tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan pajak.
b. Wajib
Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan
Wajib Pajak badan, yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan
Pengusaha Kecil melaporkan usahanya ke kantor pelayanan pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak atau ke kantor pelayanan
pajak tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
c. Dalam
hal tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha, Wajib Pajak
berada dalam 2(dua) atau lebih wilayah kantor pelayanan pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar.
Tabel
Wajib
Pajak Tertentu dan Pengusaha Kena Pajak Tertentu
|
Tempat
Pendaftaran dan Pelaporan Usaha
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
d) Pendaftaran NPWP secara Elektronik
Pendaftaran NPWP
oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik, yaitu melalui internet
di situs direktorat jenderal pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id
dengan mengeklik e-registration. Selanjutnya Wajib Pajak cukup memasukkan data
pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk memperoleh NPWP. Selanjutnya mengirimkan
fotocopy data pribadi melalui pos ke kantor pelayanan pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak. Berikut
langkkah-langkah untuk mendapatkan NPWP melalui internet:
b.
Pilih menu e-reg (electronic registration)
c. Pilih menu “Buat account baru” dan
isilah kolom sesuai yang diminta
d. Setelah itu anda akan masuk ke menu “ Formulir
Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”. Isilah sesuai dengan KTP anda.
e. Anda akan memperoleh Surat Keterangan
Terdaftar (SKT) sementara yang berlaku selama 30 hari sejak pendaftaran
dilakukan. Cetak SKT sementara tersebut beserta Formulir Registrasi Wajib Pajak
Orang Pribadi sebagai bukti anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
f. Tanda tangani formulir registrasi,
kemudian kirim atau sampaikan langsung SKT sementara serta persyarataan lainnya
ke kantor pelayanan pajak seperti yang tertera pada SKT sementara anda. Setelah
itu anda akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.
e) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
Penghapusan NPWP
dapat dilakukan melalui pengajuan permohonan penghapusan NPWP oleh:
a. Wajib
Pajak dan / atau ahli warisnya karena Wajib Pajak sudah tidak memnuhi
persyaratan subjektif dan / atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
peruandang-undangan perpajakan, antara lain:
1) Wajib
Pajak meninggal dan tidak meninggalkan harta warisannya, disyaratkan adanya
fotocopy akte kematian atau surat keterangan kematian dari instansi yang
berwenang.
2) Wajib
Pajak meninggal dan meninggalkan warisan. Apabila selesai dibagi kepada ahli
warisnya, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut
dibagi oleh ahli warisnya.
3) Wajib
Pajak orang pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib
Pajak, disyaratkan surat pernyataan dan keterangan dari instansi yang
berwenang.
b. Wanita
kawin yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian
pemsahan harta serta suaminya telah terdaftar sebagai Wajib Pajak, disyaratkan
adanya surat nikah / akte perkawinan dari catatan sipil.
c. Wajib
Pajak badan dalam rangka likuidasi atau telah dibebankan secara resmi,
disyaratkan adanya akte pembubaran.
d.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena
sesuatu hal kehilangan statusnya, disyaratkan adanya permohonan Wajib Pajak
yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat
lagi untuk dapat digolongkan lagi sebagai Wajib Pajak.
Pengusaha adalah orang pribadi atau
badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpir barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luardaerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa
dari luar daerah pabean.
Pengusaha Kena Pajak adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atauPenyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
1984 danperubahannya.
Pengusaha Kena
Pajak Terdaftar adalah pengusaha yang terlah yang telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak yang telah tercatat dalam tat usaha kantor pelayanan pajak
dan telah diberikan Surat Pengukuhan Keena Pajak. Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 UU
KUP disebutkan bahwa “Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya wajib
melaporkan usahannya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang nilai kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan
usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak”.
1.
Pelaporan Kegiatan Usaha
Setiap
pengusaha yang dikenakan PPN berdasarkan ketentuan perraturan ketentuan
perraturan perundang-undangan perpajakan , wajib melaporkan usahannya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan kepadanya diberikan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak. Wajib Pajak orang pribadi berkewajiban melaporkan
usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Untuk sebuah
badan, berkewajiban melaporkan usahanya tersebut pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan pengusaha dengan
tempat kegiatan usaha dilakukan.
Beberapa
hal yang berkaitan dengan jangka waktu pelaporan kegiatan usaha adalah sebagai
berikut:
a. Wajib
Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak
badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling
lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
b. Wajib
Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, jika
sampai dengan satu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
c. Wajib
Pajak orang pribadi selain yang telah dijelaskan di atas (a dan b) yang
memerlukan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak.
d. Wajib
Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak
badan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak bagi
yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
e. Wajib
Pajak sebagai pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang:
1) Memilih
sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2) Tidak memilih sebagai Pengusaha Kena
Pajak tetapi sampai dengan suatu Masa Pajak dalam satu tahun buku seluruh nilai
peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil
, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
2. Pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dapat
dilakukan dalam hal:
a. Diajukan
permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau ahliwarisnya apabila
Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Wajib
pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau
penggabungan usaha.
c. Wajib
Pajak Bentuk Usaha Tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia.
d. Dianggap
perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak
dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
e. Direktur
Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberi keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib
Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
f. Direktur
Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan
pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
g. Direktur Jenderal Pajak setelah
melakukan pemeriksaan harus memberi keputusan atas permohonan pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
permohonan diterima secara lengkap.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis
penelitian studi literatur dengan mencari referensi teori yang relefan dengan
kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi teori yang diperoleh dengan
jalan penelitian studi literatur dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat utama
bagi praktek penelitian ditengah lapangan. Penelitian ini juga dapat
disebut penelitian non eksperimental yaitu penelitian yang dilakukan secara
tidak langsung ,dan lebih mengarah kepada pengumpulan data.
Penulisan
karya ilmiah dilakukan di Universitas Pembangunan Jaya, Bintaro dan di rumah
penulis. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 16 April 2018 sampai tanggal 7
Mei 2018.
Literatur
yang dipakai dalam penelitian ini, penulis dapatkan dari berbagai sumber
diantaranya, Data Tax Center UPJ, Perpustakaan, Jurnal-Jurnal Penelitian
terdahulu, Buku-Buku Perpajakan yang penulis jadikan refensi dalam penentuan
tema, fenomena, rumusan, sampai dengan kesimpulan dari Makalah Perpajakan 1
ini. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang sumber
data penelitiannya diperoleh melalui media perantara atau secara tidak langsung
yang berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang
dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara umum. Dengan kata lain,
peneliti membutuhkan pengumpulan data dengan cara berkunjung ke perpustakaan,
pusat kajian, pusat arsip atau membaca banyak buku yang berhubungan dengan
penelitiannya.
3.3.1 Dokumentasi
Dokumentasi
merupakan metode untuk mencari dokumen atau data-data yang dianggap penting
melalui artikel koran/majalah, jurnal, pustaka, brosur, buku dokumentasi serta
melalui media elektronik yaitu internet, yang ada kaitannya dengan
diterapkannya penelitian ini.
3.3.2 Studi Literatur
Studi literatur adalah cara yang
dipakai untuk menghimpun data-data atau sumber-sumber yang berhubungan dengan
topik yang diangkat dalam suatu penelitian. Studi literatur bisa didapat dari
berbagai sumber, jurnal, buku dokumentasi, internet dan pustaka. Studi
literatur mempelajari berbagai buku referensi serta hasil penelitian sebelumnya
yang sejenis yang beguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang
akan diteliti. (Sarwono: 2006).
Nazir (2005: 93) menyatakan
bahwa studi kepustakaan atau studi literatur, selain dari mencari sumber data
sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui
sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai
ke mana terdapat kesimpulan dan generalisasi yang pernah dibuat sehingga
situasi yang diperlukan diperoleh. Menurut Pohan dalam Prastowo (2012: 81)
kegiatan ini (penyusunan kajian pustaka) bertujuan mengumpulkan data dan
informasi ilmiah, berupa teori-teori, metode, atau pendekatan yang pernah
berkembang dan telah di dokumentasikan dalam bentuk buku, jurnal, naskah,
catatan, rekaman sejarah, dokumen-dokumen, dan lain-lain yang terdapat di
perpustakaan. Kajian ini dilakukan dengan tujuan menghindarkan terjadinya
pengulangan, peniruan, plagiat, termasuk suaplagiat.
3.3.3 Kualitatif
Data
yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau bukan dalam bentuk angka. Data ini
biasanya menjelaskan karakteristik atau sifat. Sebagai contoh : kondisi barang
(jelek,sedang,bagus), pekerjaan (petani,pengusaha,pedagang) ,tingkat kepuasan
(tidak puas, puas, sangat puas), dll. Data kualitatif terdiri dari data nominal
dan ordinal.
Data-data yang sudah diperoleh
kemudian dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Metode analisis
deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian
disusul dengan analisis, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga
memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya. Menurut
Sugiono (2009: 29) metode deskriptif adalah suatu
metode yang berfungsi untuk mendeskripsikanatau memberi gambaran
terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum.
BAB IV
KESIMPULAN
·
Setiap Wajib
Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri
pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP).
·
Orang-orang yang diwajibkan untuk
mendaftarkan dan mendapatkan NPWP adalah:
a. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara
terpisah berdasarkan perjanjian pemisahan harta yang didasarkan keputusan hakim
dikehendaki secara tertulis.
b. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha
tertentu yang mempunyai tempat usaha tersebut di beberapa tempat.
c. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, jika sampai dengan suatu bulan
memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun.
d. Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang
memerlukan NPWP dapat mengajukan untuk memperoleh NPWP.
Setiap Wajib
Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Jadi, Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)
sangat penting untuk dimiliki. Hal ini dikarenakan NPWP dan NPPKP dibutuhkan
oleh setiap Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan sebagai syarat mutlak untuk
pembayaran konstribusi wajib (pajak) yang bertujuan untuk pembangunan
kesejahteraan masyarakat dan negara.
· NPWP
dianggap sangat penting karena Fungsi NPWP adalah sebagai berikut:
a. Sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak.
b. Menjaga ketertiban dalam pembayaran
pajak dari dalam pengawasan administrasi perpajakan.
c. Keperluan terkait dokumen
perpajakan, termasuk keperluan pelaporan
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa danTahunan.
d.
Memenuhi kewajiban perpajakan.
e. Mendapatkan pelayanan instansi tertentu
yang mewajibkan pencantuman NPWP dalam dokumen yang diwajibkan, misalnya
pengajuan kredit usaha di bank.
DAFTAR PUSTAKA
Harti, Dwi.
2015. Administrasi Pajak. Semarang:
Penerbit Erlangga.
Waluyo.
2013. Perpajakan Indonesia Edisi 11. Jakarta
: Salemba Empat.
Mardiasmo.
2013. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Purwono, Herry. 2010. Dasar-Dasar
Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Erlangga.
Abuyamin, Oyok.
2010. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Dan
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Devano, Sony dan
Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu.
Jakarta: Kencana.
Nomor pokok wajib pajak. (2018, May 14). Retrieved from https://id.wikipedia.org/wiki/Nomor_pokok_wajib_pajak
Brotodihardjo,
Santoso, R. 1993. Pengantar Ilmu Hukum
Pajak. Bandung: PT Eresco.
Artikel Manajemen Keuangan Tentang NPWP. (2017, April
17). Retrieved from https://www.cermati.com/artikel/tag/npwp-article
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir diubah dengan Undang Undang
Nomor 28 Tahun 2007.
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ/2001, tanggal 21 Februari 2001, tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara
Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Fitriandi,
Primandita, Yuda Aryanto dan Agus Puji Priyono. 2010. Kompilasi Undang-Undang Perpajakan Terlengkap. Jakarta: Salemba
Empat.
Fitrios,
Ruhul & Rusli. 2007. Pengantar Hukum
Pajak Edisi Revisi. Pekanbaru :Unri Press.
Marsyahrul,
Tony.2006. Pengantar Perpajakan.
Jakarta : Grasindo
Makmuri, O. (n.d.). Artikel NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak) - Lengkap. Retrieved from
http://okkimakmuri.blogspot.co.id/2009/01/artikel-npwp-nomor-pokok-wajib-pajak.html
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012 Tentang
Kewajiban Mendaftar dan Mendapatkan NPWP.
UU
No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan.
Faridah,
Siti. 2015 . Adapun Pengertian Dari
Metode Deskriptif Analitis Menurut Sugiono.
Girindra,
Prabha. 2015. Bab III Metode Penelitian.
Rofiah,
Fikrotur. 2014. Kajian Pustaka.